Menelusuri Makna Festival Rembong Neho Betong: Bambu sebagai Simbol Kekuatan dan Identitas Manggarai

Tagarnews.com- Bambu adalah tanaman berumpun yang dekat dengan kehidupan masyarakat Manggarai. Semua jenisnya memiliki masing-masing fungsi dalam menopang dan mendukung perjalanan hidup dan kebudayaan.

Bambu ada bagi seorang Manggarai, mulai dari dalam kandungan sampai peristiwa kematian. Nipi teku wae (mimpi menimba air) yang dialami oleh seorang perempuan yang telah menikah adalah pertanda bahwa dia akan segera dikaruniai seorang anak; alat menimba air orang Manggarai pada zaman dahulu adalah gogong/teong dan itu terbuat dari bambu (betong). Pada peristiwa kematian, terdapat upacara adat menyiram air ke halaman rumah dari wadah bambu (pering) sebagai ungkapan perpisahan simbolik kepada yang hendak berjalan ke dunia seberang.

Di antara dua peristiwa besar itu, bambu mengambil peran penting, baik sebagai alat-alat (fisik) maupun sebagai filosofi hidup.

Bacaan Lainnya

Sebelum mengenal bahan-bahan baku lain, pagar kebun orang Manggarai dibuat dari bahan bambu yang dirangkai-ikat satu sama lain. Ikatan pagar bambu sangatlah kuat untuk melindungi tanaman pertanian dari serangan hama babi hutan. Kekuatan itu kemudian diambil sebagai bahan dasar filosofi neka koas neho kota, neka behas neho kena (kokoh seumpama susunan batu, tak mudah dilepas seumpama pagar); sebuah ajakan agar manusia Manggarai hidup dalam kekerabatan yang erat senantiasa.

Sementara itu, alat-alat lain yang terbuat dari bambu telah lama ada dalam kehidupan masyarakat Manggarai, baik sebagai utama maupun sebagai pendukung. Misalnya: nyiru (doku), dinding rumah (gedek/siding), lantai rumah panggung dan tempat tidur (lencar), atap rumah (sante), dan tiang-tiang rumah atau pondok di kebun. Ada juga berbagai peralatan kesenian yang terbuat dari bambu, seperti mbetung, sunding, cakatinding, bomberdom, dan lain-lain. Di dunia permainan rakyat, kita mengenal engrang (jarang dongkar/jarang haju) yang juga menggunakan bambu sebagai bahan utama, dan masih banyak lagi.

Betapa banyaknya manfaat bambu dalam kehidupan masyarakat Manggarai tentu tidak pernah terlepas dari keutamaan-keutamaannya sebagai tumbuhan berumpun yang kokoh, mudah ditemukan di sekitar kita, penampung air tanah, dan berumur panjang. Bambu adalah tumbuhan yang sekali hidup, tak akan pernah mati (meskipun dipanen berulang-ulang, sejak masih rebung sampai menjadi bambu dewasa). Sifat ini kemudian digunakan sebagai pengingat dalam ungkapan filosofis di Manggarai tentang pentingnya tidak kehilangan akar kebudayaan: eme wakak betong asa, manga wake’n nipu tae; eme muntung gurung pu’u, manga wungkut’n nipu curup.

Festival Seni dan Budaya Manggarai tahun 2024 ini mengambil bambu sebagai bahan utama perhelatan. Dengan mengambil tema “Rembong Neho Betong” (rindang seumpama bambu), festival ini hadir untuk mengingat sekaligus merayakan bambu sebagai unsur penting dalam hidup masyarakat Manggarai, yang pada hari-hari terakhir ini kerap dilupakan/diabaikan sebagai akibat dari laju perkembangan teknologi informasi yang kerap membuat kita melupakan akar kebudayaan kita. Melalui berbagai pementasan seni pertunjukan dan hal-hal lain yang telah disiapkan, kita dipanggil pulang untuk melakukan refleksi: bagaimana wajah Manggarai di waktu-waktu yang akan datang jika kita melupakan akar (wake)ndan mengabaikan buku/ruas (wungkut) ? Kemanggaraian bisa saja akan tergerus dan kita menjadi kehilangan identitas.

Melalui “Rembong Neho Betong”, festival ini adalah ajakan agar semua yang terlibat bekerja sama menumbuhsuburkan identitas Manggarai, agar rindang seumpama bambu, dan terutama bermanfaat bagi banyak orang. Bambu adalah tanaman penjaga mata air. Dan mata air adalah kebutuhan kita sepanjang hayat. Manggarai, bagi kita, adalah wae teku tedeng (mata air abadi); kita hidup darinya dan kita wajib membuatnya tetap hidup.

Pos terkait